MAKALAH “ROHN (GADAI)
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Keislaman IV
Dosen
Pengampu : Abdullah Rikza S.Ip;M.pd.I
Disusun oleh kelompok 3:
1.M.
Khoirul Anwar (5214025)
2.Sinta
Kurnia Sari (5214010)
3.Anis
Nur Laili (5214019)
4.Dwi
Indah Setya Agustin (5214021)
5.Amalia
Eka Putri (5214014)
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITSA PESANTREN TINGGI
DARUL ‘ULUM JOMBANG
2016
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya
sehingga makalah tugas Studi Keislaman IV ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini
perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
- Bapak Abdullah Rikza S.Ip;M.pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Keislaman IV.
- Teman-temanku yang senasib dan seperjuangan.
- Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Saya mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan
dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum sempurna,
dibeberapa kata maupun kalimat masih terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena
itu saran dan kritik yang bersifat membangun demi meningkatkan kualitas akan
saya terima secara terbuka.
Jombang, 18 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………........... i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….…………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan ………………………………………………….…………….............. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Rahn ..………………………….….………………….….………… 3
2.2
Dasar
Rahn …………………………………………................................ 3
2.3
Hukum
Rahn ……………………………………………………….................. 4
2.4
Rukun-rukun
Rahn ………………………………………………………….... 4
2.5 Syarat Rahn …………………………………………………………................. 5
2.6 Jenis-jenis Rahn …………………………………………….............................
5
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan …………………………………………………………........…...... 9
3.2
Saran ……………………………………………………………………............. 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..…... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam
agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan
dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah
(hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya
untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Karena
itulah sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi
kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat interaksi social dengan
sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan
ketangan yang lainnya.
Hutang
piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan fenomena
ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga orang
terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan
hartanya.
Dalam
hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari uang dan
salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai
boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan
rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah
tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-asalan
tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu kami akan mencoba
sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun
masalah yang dapat kami rumuskan adalah :
1.
Apa yang di maksud dengan Rahn ?
2.
Apa dasar Rahn ?
3.
Bagaimana
hukum Rahn ?
4.
Apa saja unsur-unsur dan rukun Rahn ?
5.
Apa saja syarat
dalam Rahn ?
6.
Ada berapa
macam dan jenis Rahn ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui jawaban dari apa yang
dirumuskan di atas.
1.
Untuk
mendeskripsikan pengertian Rahn.
2.
Untuk
mendeskripsikan dasar Rahn.
3.
Untuk
mendeskripsikan hukum Rahn.
4.
Untuk
mendeskripsikan unsur-unsur dan rukun
Rahn.
5.
Untuk
mendeskripsikan syarat Rahn.
6.
Untuk
mendeskripsikan jenis-jenis Rahn.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengrtian
Rahn (gadai)
Secara
etimologi, rahn berarti الثبوت والدوام
(tetap dan lama) yakni tetap berarti الحبس
واللزوم (pengekangan dan keharusan). Sedangkan
menurut istilah ialah penahanan terhadap suatu barang sehingga dapat dijadikan
sbagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi menurut ulama hanafiyah
Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang
dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan dalam membayar utang.
Sifat
Rahn
Secara
umum rahn dikatagorikan sebagai akad yang bersifat derma sebab apa yang
diberikan penggadai (rahn) kepada penerima gadai (murtahin) tidak ditukar
dengan sesuatu. Yang di berikan murtaqin kepada rahn adalah utang, bukan
penukar atas barang yang digadaikannya.
Rhan
juga termasuk juga akad yang ainiyah yaitu dikatakan sempurna sesuadah
menyerahkan benda yang dijadikan akad, sperti hibah, pinjam-meminjam, titipan
dan qirad. Semua termasuk akad tabarru (derma) yang dikatakan sempurna setelah
memegang (al qabdu)
B. Dasar Rahn (gadai)
Al
Qur’an
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا
كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ …. (البقرة : ۲۸۳)
“Apabila
kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secar tunai, sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis hendaklah ada barang yang di pegang” (Q.S. 2: 283)
Assunnah
عن عائسة
ر.ع. ان رسول الله ص.م. أشتر ى من يهودي طعاما ورهنه درعا من حديد. (روه البخارى
والمسلم)
“Dari
Siti Ai’sah r.a. bahwa rasulullah saw bersabda: pernah membeli makanan dengan
baju besi”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
C. Hukum Rahn
Para
ulama sepakat bahwa rahn di bolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya
jaminan jika kedua pihak tidak saling mempercayai. Firman Allah diatas hanyalah
irsad (anjuran baik saja) kepada orang beriman sebab dalam lanjutan ayat
tersebut dinyatakan, yang artinya “akan tetapi, jika sabagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan
amanatnya (utangnya). (Q.S.Al baqarah :283).
Hukum
rahn secara umum terbagi dua yaitu: shahih dan ghair shahih (fasid). Rahn
shahih adalah rahn yang memenuhi persyaratan. Sedangkan Rahn Fasid ialah rahn
yang tidak memenuhi persyaratan tersebut.
D. Rukun-rukun dan unsur-unsur Rahn
(gadai)
Dalam prakteknya, gadai secara syariah ini
memiliki empat unsur, yaitu:
1. Ar-Rahin, Yaitu orang yang menggadaikan
barang atau meminjam uang dengan jaminan barang.
2. Al-Murtahin, Yaitu orang yang menerima
barang yang digadaikan atau yang meminjamkan uangnya.
3. Al-Marhun/ Ar-Rahn, Yaitu barang yang
digadaikan atau dipinjamkan.
4.
Al-Marhun bihi, Yaitu uang dipinjamkan lantaran ada barang yang digadaikan.
Rukun Rahn (gadai) diantaranya:
- Akad ijab dan qabul seperti seseorang berkata “aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp.10.000, dan yang satu lagi menjawab “aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000, atau bisa pula dilakukan selain dngan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat atau yang lainnya.
- Al-‘aqidan (dua orang yang melakukan akad ar-rahn), yaitu pihak yang menggadaikan (ar-râhin) dan yang menerima gadai/agunan (al-murtahin)Adapun sarat yang berakad adalah ahli tasauf, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
- Al-ma’qud ‘alaih (yang menjadi obyek akad), yaitu barang yang digadaikan/diagunkan (al-marhun) dan utang (al-marhun bih). Syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus dibayar. Rasul bersabda:
كل ما
جازبيعه جازرهنه
“Setiap
barang yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan borg gadai”.
Menurut Ahmad bin Hijazi bahwa yang
dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai ada tiga macam yaitu kesaksian,
barang gadai dan barang tanggungan.
E. Syarat Rahn
- Aqid, kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al ahliyah yaitu orang yang telah sah untuk jual beli, yakni berakal dan mumayiz, tetapi tidak disyariatkan harus balig. Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayiz dan orang yang bodoh berdasarkan ijin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.
- Al-Marhun (barang gadai) ada dua:
1. Barang gadai
itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya, baik barang atau
nilainya ketika tidak mampu melunasinya.
2. Barang gadai
tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya
untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.
3. Barang gadai
tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya,(8) karena Al-rahn adalah
transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.
- Marhun bih (utang), yaitu haq yang diberikan ketika melaksanakan rahn. Dengan syarat berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan, utang harus lajim pada waktu akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
Dalam
prinsip syariah, gadai dikenal dengan istilah RAHN. Rahn
yang diatur menurut Prinsip Syariah, dibedakan atas 2 macam, yaitu:
- Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn Takmini/Rahn Tasjily)
Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya
dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan
dipergunakan oleh pemberi gadai. Maksudnya bisa diperjelas sebagai berikut.
Tenriagi memiliki hutang kepada Elda sebesar Rp. 10jt. Sebagai
jaminan atas pelunasan hutang tersebut, Tenriagi menyerahkan BPKB Mobilnya
kepada Elda secara Rahn ‘Iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas Mobil
tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada di tangan
Tenriagi dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang
berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil di maksud.
Konsep ini dalam hukum positif lebih mirip kepada konsep Pemberian
Jaminan Secara Fidusia atau penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu
benda. Dalam konsep Fidusia tersebut, dimana yang diserahkan hanyalah
kepemilikan atas benda tersebut, sedangkan fisiknya masih tetap dikuasai oleh
pemberi fidusia dan masih dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.
- Rahn Hiyazi
Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep Gadai
baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif. Jadi berbeda dengan
Rahn ‘Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada Rahn
Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur.
Jika dilihat dalam contoh pada point 1 di atas, jika akad yang
digunakan adalah Rahn Hiyazi, maka Mobil milik Tenriagi tersebut diserahkan
kepada Elda sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dalam hal hutang Tenriagi
kepada Elda sudah lunas, maka Tenriagi bisa mengambil kembali mobil tersebut.
Sebagaimana halnya dengan gadai berdasarkan hukum positif, barang
yang digadaikan bisa berbagai macam jenisnya, baik bergerak maupun tidak
bergerak.
Dalam hal yang digadaikan berupa benda
yang dapat diambil manfaatnya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat
tersebut dengan menanggung biaya perawatan dan pemeliharaannya.
Dalam praktik, yang biasanya diserahkan secara Rahn adalah
benda-benda bergerak, khususnya emas dan kendaraan bermotor. Rahn dalam Bank
syariah juga biasanya diberikan sebagai jaminan atas Qardh atau pembiayaan yang
diberikan oleh Bank Syariah kepada Nasabah. Rahn juga dapat diperuntukkan bagi
pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti pembayaran uang sekolah, modal usaha
dalam jangka pendek, untuk biaya pulang kampung pada waktu lebaran dan lain
sebagainya. Jangka waktu yang pendek (biasanya 2 bulan) dan dapat diperpanjang
atas permintaan nasabah.
Sebagai contoh:
Putri sudah merencanakan untuk memasukkan anaknya ke Universitas
yang bermutu pada tahun ajaran baru ini. Namun demikian, ternyata anaknya hanya
bisa diterima melalui jalur khusus. Uang pangkal untuk masuk ke jurusan favorit
anaknya adalah sebesar Rp. 30 juta, sedangkan Putri hanya memiliki uang tunai
sebesar Rp. 20 juta. Untuk mengatasi masalah tersebut, Putri mencari
alternative dengan cara menggadaikan perhiasan emasnya ke Bank Syariah
terdekat. Emasnya sebesar 50gram dan untuk itu, Putri berhak untuk mendapatkan
pembiayaan sebesar Rp. 15juta. Karena Putri merasa hanya membutuhkan uang
sebesar Rp. 10juta, maka Putri juga bisa hanya mengambil dana tunai sebesar Rp.
10 juta saja.
Oleh Bank Syariah, dibuatkan Akad Qardh untuk memberikan uang tunai
kepada Putri, dan selanjutnya dibuatkan akad Rahn untuk menjamin pembayaran
kembali dana yang dierima oleh Putri. Sebagai uang sewa tempat untuk menyimpan
emas tersebut pada tempat penitipan di Bank sekaligus biaya asuransi kehilangan
emas dimaksud, Bank berhak untuk meminta Ujrah (uang jasa), yang
besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Bank. Misalnya Rp. 3.500,– per
hari. Dengan demikian, jika Putri baru bisa mengembalikan uang tunai yang
diterimanya pada hari ke 30 (1 bulan), maka uang sewa sekaligus asuransi yang
harus dibayar oleh Putri adalah sebesar:
Rp. 3.500,– X 30 hari = 105.000
Jadi, pada saat pengembalian dana yang diterima olehnya, Niken
harus membayar uang sebesar:
Rp. 10 jt + Rp. 105.000,– = Rp.
10.105.000,–
Bagaimana kalau ternyata dalam waktu 2 bulan Putri belum bisa
mengembalikan dana tersebut? Jika demikian, maka Putri dapat mengajukan
perpanjangan jangka waktu gadai tersebut kepada Bank yang berkenaan.
Perpanjangan tersebut dapat dilakukan secara lisan, dengan mengajukan
pemberitahuan kepada Bank tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika baru 1 minggu
Putri sudah bisa mengembalikan dana yang diterimanya, maka Putri tinggal
menghubungi Bank dimaksud, dan membayar biaya sewa tempat sekaligus asuransi
tersebut selama 1 minggu saja.
Jadi, prinsip pokok dari Rahn adalah:
- Kepemilikan atas barang yang digadaikan tidak beralih selama masa gadai
- Kepemilikan baru beralih pada saat terjadinya wanprestasi pengembalian dana yang diterima oleh pemilik barang. Pada saat itu, penerima gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan berdasarkan kuasa yang sebelumnya pernah diberikan oleh pemilik barang.
- Penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, kecuali atas seijin dari pemilik barang. Dalam hal demikian, maka penerima gadai berkewajiban menanggung biaya penitipan/penyimpanan dan biaya pemeliharaan atas barang yang digadaikan tersebut.
G.
HIKMAH GADAI
1.
Allah
mensyariatkan ar-rahn (gadai) untuk kemaslahatan orang yang menggadaikan
(rahin), pemberi utangan (murtahin), dan masyarakat.
2.
Untuk rahin, ia
mendapatkan keuntungan berupa dapat menutupi kebutuhannya. Ini tentunya bisa
menyelamatkannya dari krisis, menghilangkan kegundahan di hatinya, serta
terkadang ia bisa berdagang dengan modal tersebut, yang dengan itu menjadi
sebab ia menjadi kaya.
3.
Adapun murtahin
(pihak pemberi utang), dia akan menjadi tenang serta merasa aman atas haknya,
dan dia pun mendapatkan keuntungan syar’i. Bila ia berniat baik, maka dia
mendapatkan pahala dari Allah.
4.
Adapun
kemaslahatan yang kembali kepada masyarakat, yaitu memperluas interaksi
perdagangan dan saling memberikan kecintaan dan kasih sayang di antara manusia,
karena ini termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. Terdapat manfaat
yang menjadi solusi dalam krisis, memperkecil permusuhan, dan melapangkan
penguasa.
BAB III
3.1 KESIMPULAN
Secara
etimologi, rahn berarti الثبوت والدوام
(tetap dan lama) yakni tetap berarti الحبس واللزوم
(pengekangan dan keharusan). Sedangkan menurut istilah ialah penahanan terhadap
suatu barang sehingga dapat dijadikan sbagai pembayaran dari barang tersebut.
Akan tetapi menurut ulama hanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu
benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan
dalam membayar utang.
Rukun-rukun
Rahn (gadai)
- Akad ijab dan qabul
- Aqid,.
- Barang yang diajadikan jaminan (borg).
Syarat
Rahn
- Aqid, kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al ahliyah yaitu orang yang telah sah untuk jual beli, yakni berakal dan mumayiz, tetapi tidak disyariatkan harus balig. Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayiz dan orang yang bodoh berdasarkan ijin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.
- Shighat, ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.
- Marhun bih (utang), yaitu haq yang diberikan ketika melaksanakan rahn. Dengan syarat berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan, utang harus lajim pada waktu akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
3.2
Saran
Kami menyadari
sebagai penulis, mungkin masih banyak terdapat kesalahan dalam pembuatan
makalah ini. Maka, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Dosen
Pembimbing dan pembaca demi perbaikan makalah nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr.H. Rachmat Ayaf’I, MA. Fiqh Muamalah, Pustaka Setia
Bandung,cet 10 2001.
Drs. H.
Hendi Suhendi, M.SI, Fiqh Muamalah, PT Raja Grapindo Persada
Jakarta, cet I Juli 2007.
Dr. H.
Nasution Haroen, MA. Fiqh Muamalah, Gaya
Media Pratama Jakarta, 2007.
Komentar
Posting Komentar