BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam mempelajari ilmu pendididkan, sering dikemukakan pertanyaan berupa
”mengapa seseorang perlu belajar?” untuk menjawab pertanyaan ini, sepertinya
kita sependapat bahwa di dunia ini tak ada makhluk hidup yang ketika baru
dilahirkan dapat melakukan segala sesuatu dengan sendirinya. Sejak ia bayi,
bahkan ketika dewasa pun, ia pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari
manusia dewasa lainnya, tentu ia akan binasa. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia
jika ia tidak dididik oleh manusia. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai
makhluk sosial. Selain itu, manusia juga makhluk berbudaya, sehingga belajar
merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan. Manusia selalu belajar
kapan saja dan dimana saja ia berada.
Banyak ilmuan yang telah menemukan teori belajar. Salah satu teori
belajar dikemukakan oleh Robert M. Gagne, seorang ahli psikologi pendidikan
yang telah banyak menyumbangkan hasil-hasil penelitiannya dalam pendidikan dan
sampai sekarang teori belajar Gagne banyak digunakan dan dikembangkan, salah
satu pendapatnya yaitu penyusunan hierarki belajar untuk belajar aturan dan
pemecahan masalah.
Menurut pandangannya belajar bukanlah merupakan proses tunggal melainkan
proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku,
dimana tingkah laku tersebut merupakan proses belajar. Selain itu Gagne juga
menemukan lima ragam belajar yang terjadi pada manusia yaitu informasi verbal,
keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Dari
permasalahan di atas, maka penulis memandang perlu penjelasan mengenai prinsip
belajar, prinsip pembelajaran, dan aplikasi pendidikan dari teori Robert Gagne
yang dibahas dalam makalah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana prinsip
belajar yang dikemukakan oleh Robert Gagne?
2. Bagaimana prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Robert Gagne?
3.
Bagaimana aplikasi
pendidikan dari teori Gagne dalam pembelajaran?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk
mendeskripsikan prinsip belajar yang dikemukakan Robert Gagne.
2.
Untuk
mendeskripsikan prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Robert Gagne.
3.
Untuk
mendeskripsikan aplikasi pendidikan dari teori Robert Gagne dalam pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Belajar Robert Gagne (1977-1985)
Sebagaimana
tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa
belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu meliputi
lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial.
Lingkungan itulah yang menentukan apa yang akan dipelajari seseorang dan
selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Tabel 1
Asumsi Dasar Kondisi Belajar Gagne
Asumsi
|
Alasan
|
1. Belajar dan pertumbuhan tidak boleh
disamakan satu sama lain.
|
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan ditentukan secara genetik. Faktor
yang memengaruhi belajar terutama ditentukan oleh kejadian dalam lingkungan
pemelajar.
|
2. Belajar adalah faktor kausal penting dalam
perkembangan individual.
|
Model yang diusulkan Arnold Gessel, bahwa pertumbuhan tubuh dan mental
terkait erat, adalah tidak akurat.
|
3. Banyak hasil belajar manusia
digeneralisasikan ke berbagai macam situasi.
|
Belajar bukan akuisi kepingan informasi secara terpisah. Penjumlahan,
misalnya, berlaku untuk situasi seperti penyeimbangan neraca, menghitung
pajak, dan menyusun anggaran.
|
4. Belajar
manusia adalah kumulatif, belajar keterampilan yang kompleks didasarkan pada
belajar sebelumnya.
|
Seseorang tidak harus mempelajari seperangkat respons baru secara
lengkap di banyak situasi. Misalnya, keterampilan menjumlah angka memberi
kontribusi untuk kemampuan membagi.
|
5. Belajar bukan proses tunggal.
|
Model S-R dapat menjelaskan asosiasi sederhana, tetapi tidak dapat menjelaskan
belajar keterampilan yang kompleks. Juga, belajar membaca atau mengucapkan
bahasa asing bukan hasil dari wawasan (insight).
|
Bagi Gagne, belajar
tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks.
Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan
perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap,
perubahan minat atau nilai pada seseorang.
Perubahan tersebut
bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
B. Prinsip Pembelajaran Robert Gagne
1. Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”
Robert M. Gagne
membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar/hierarki belajar.
Menurut Gagne, hierarki belajar harus disusun dari atas ke bawah atau top
down (Orton dalam Fadjar, 2007). Dimulai dengan menempatkan kemampuan,
pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses
pembelajaran di puncak hierarki belajar tersebut, diikuti kemampuan
keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus
mereka kuasai lebih dahulu agar berhasil mempelajari keterampilan atau
pengetahuan di atasnya.
Hierarki belajar
dari Gagne memungkinkan juga prasayrat yang berbeda untuk kemampuan yang
berbeda pula (Orton dalam Fadjar, 2007). Sebagai contoh, pemecahan masalah
membutuhkan aturan, prinsip, dan konsep-konsep terdefinisi sebagai
prasyaratnya, yang membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya,
yang masih membutuhkan kemampuan membedakan (discriminations) sebagai
prasyarat berikutnya lagi. Menurut Gagne (Bell, 1978) tipe/hierarki belajar
dijabarkan sebagai berikut:
1) Belajar
Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat
diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak
disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi
emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe
belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, dan
stimulus tertentu berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan
emosional, selain timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan
kasar untuk mempermalukan, siswa yang gelisah saat pelajaran matematika mungkin
karena kondisi tidak suka. Belajar isyarat sukar dikontrol siswa dan mempunyai
pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada tindakannya. konsekuensinya, seorang
guru matematika seharusnya mencoba membangkitkan stimulus yang tidak
dikondisikan yang akan menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap
mereka akan mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada
pelajaran matematika.
Apabila perlakuan
yang disenangi membangkitkan hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan
mungkin gagal menimbulkan asosiasi keinginan positif dengan isyarat netral,
kecerobohan menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak
keinginan siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.
2) Belajar
Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang
diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor penguatan (reinforcement).
Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak
S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh
dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan
dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat
dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respon itu.
3) Rantai
atau Rangkaian Hal (Chaining)
Tipe belajar ini
masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan
motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara
beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi
berdasarkan “contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya
tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai
sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip
kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting
bagi berlangsungnya proses chaining. Kebanyakan aktivitas dalam
matematika memerlukan manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka,
dan model geometri membutuhkan chaining. Belajar membuat garis bagi
suatu sudut dengan menggunakan jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe
stimulus respon yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan
menggunakan jangka untuk menarik busur dan membuat garis lurus antara dua
titik.
Ada dua
karakteristik dari belajar S-R dan belajar rangkaian dalam pengajaran
Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian S-R apabila tidak
menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar S-R dan
rangkaian difasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang
diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk meningkatkan belajar
S-R, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan
motivasi belajar.
4) Asosiasi
Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal
adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua atau
lebih tindakan S-R verbal yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling
sederhana dari belajar rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek
dengan namanya yang melibatkan belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan
objek dengan karakteristiknya dan S-R dari pengamatan terhadap suatu objek dan
memberikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.
Asosiasi verbal
melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi verbal yang memerlukan
penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal,
auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan
bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang
unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal “y ditentukan
oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi
dengan menggunakan simbol “y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin menggunakan
visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5) Belajar
Diskriminasi (Discrimination Learning)/ Membedakan
Discrimination
learning atau belajar membedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara
konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan
pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya,
kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi
berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran
melakukan chaining dan association serta
pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu
dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak
didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara
anak-anak.
Terdapat dua macam
diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan diskriminasi ganda. Contoh
mengenalkan angka 2 pada anak dengan memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan
menggambar angka 2. Melalui stimulus respon sederhana anak belajar mengenal
(nama “dua” untuk konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar
mengenal angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka
tersebut.
6) Belajar
Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep
adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan
mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal
ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar
diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek karena dalam
karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek
karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam belajar
konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari prasyarat harus dilibatkan. Penambahan
beberapa konsep yang spesifik harus diikutkan dengan prasyarat rangkaian
stimulus respon, asosiasi verbal yang cocok, dan diskriminasi dari
karakteristik yang berbeda.
Sebagai contoh,
tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata
lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon,
sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali
beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar asosiasi verbal
individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara lingkaran dan
objek lingkaran lain. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran
dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk
mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi lingkaran
dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep lingkaran.
Kemampuan membuat
generalisasi konsep dalam situasi baru merupakan kemampuan yang membedakan
belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa telah mempelajari suatu
konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama untuk mengidentifikasi dan
memberikan respon terhadap hal baru dari suatu konsep, sebagai akibatnya cara
untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah dipelajari adalah siswa dapat
membuat generalisasi konsep dalam situasi lain.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru kepada siswa:
a. Memberikan variasi hal-hal
yang berbeda konsep untuk menfasilitasi generalisasi.
b. Memberikan contoh-contoh
perbedaan dikaitkan dengan konsep untuk membantu diskriminasi.
c. Memberikan yang bukan contoh
dari konsep untuk meningkatkan pemahaman diskriminasi dan generalisasi.
d. Menghindari pemberian konsep yang
mempunyai karakteristik umum.
7) Belajar
Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule
learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus)
dengan beberapa tindakan (respon). Kebanyakan belajar matematika adalah belajar
aturan. Sebagai contoh, 5 x 6 = 6 x 5 dan 2 x 8 = 8 x 2; tetapi tanpa
mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan
orang pertama belajar dan menggunakan aturan bahwa perkalian kumutatif adalah
tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan
menerapkan aturan tersebut. Untuk membahas aturan ini, harus diberikan verbal
(dengan kata-kata) atau rumus seperti “urutan dalam perkalian tidak memberikan
jawaban yang berbeda” atau “untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a”.
Aturan terdiri dari
sekumpulan konsep. Aturan mungkin mempunyai tipe dan tingkat kesulitan yang
berbeda. Beberapa aturan adalah definisi dan mungkin dianggap sebagai konsep
terdefinisi. Konsep terdefinisi n! = n (n-1) (n-2)... (2)(1) adalah aturan yang
menjelaskan bagaimana mengerjakan n!. Aturan lain adalah rangkaian antar kosep
yang terhubung, seperti aturan bahwa keberadaan sejumlah operasi aritmetika
seharusnya dikerjakan dengan urutan x, :, +, - . Jika siswa sedang belajar
aturan mereka harus mempelajari sebelumnya rangkaian konsep yang menyusun
aturan tersebut. Kondisi belajar aturan mulai dengan merinci perilaku yang
diinginkan pada siswa. seorang siswa telah belajar aturan apabila dapat
menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda. Robert
Gagne (Bell, 1978) memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
Tahap 1: Menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku yang
diharapkan ketika belajar.
Tahap 2: Bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan
kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep.
Tahap 3: Menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan mengarahkan
siswa menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang tepat.
Tahap 4: Dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk
“mendemonstrasikan” satu contoh nyata dari aturan.
Tahap 5: (bersifat pilihan, tapi berguna untuk pengajaran selanjutnya):
dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk membuat pernyataan verbal
dari aturan.
8) Pemecahan
Masalah (Problem Solving)
Tipe belajar ini
menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya
terkait tipe-tipe belajar lain, terutama penggunaan aturan yang disertai proses
analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan
memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan
atau membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses
penalaran yang memerlukan waktu lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan
penalaran siswa dapat berkembang. Dengan demikian poses belajar yang tertinggi
ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses belajar fundamental lainnya
telah dimiliki dan dikuasai.
Kriteria suatu
pemecahan masalah adalah siswa belum pernah sebelumnya menyelesaikan masalah
khusus tersebut, walaupun mungkin telah dipecahkan sebelumnya oleh banyak
orang. Contoh, siswa yang belum pernah sebelumnya belajar rumus kuadrat,
menurunkan rumusnya untuk menentukan penyelesaian umum persamaan ax2 + bx + c =
0. Siswa akan memilih keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan
menerapkan keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat,
dengan melaksanakan petunjuk dari guru. Pemecahan masalah biasanya melibatkan
lima tahap:
a. Menyatakan masalah dalam
bentuk umum.
b. Menyatakan kembali masalah
dalam suatu defenisi operasional.
c. Merumuskan hipotesis
alternatif dan prosedur yang mungkin tepat untuk memecahkan
masalah.
d. Menguji hipotesis dan
melaksanakan prosedur untuk memperoleh solusi.
e. Menentukan solusi yang tepat.
B. Sistematika
“Lima Jenis Belajar”
Sistematika ini
merupakan penyederhanaan sistematika delapan tipe belajar. Sistematika ini
memperhatikan hasil belajar yang merupakan kemampuan internal yang telah
menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan
sesuatu yang dapat memberikan prestasi. Sistematika ini mencakup semua hasil
belajar yang dapat diperoleh, namun tidak menunjukkan setiap hasil
belajar/kemampuan internal satu-persatu. Tetapi mengelompokan hasil belajar
yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori dan berbeda sifatnya.
1) Informasi
Verbal (Verbal Information)
Merupakan penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun lisan, misalnya pemberian nama terhadap suatu benda, definisi, dll.
Informasi verbal meliputi “cap verbal” dan “data/fakta”. Cap verbal yaitu kata
yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek yang dihadapi, misal ‘kursi’.
Data/fakta adalah kenyataan yang diketahui, misal ‘Ibukota negara Indonesia
adalah Jakarta’.Informasi verbal dimulai sejak masa anak mulai belajar nama
objek, hewan, dan peristiwa, berlanjut di sepanjang hayat saat orang belajar
tentang dunia di sekitar mereka. Dua karakteristik esensial informasi verbal:
(1) dapat diverbalisasikan (ditulis/dikatakan), dan (2) setidaknya beberapa
kata memiliki makna bagi individual.
2) Kemahiran
Intelektual (Intellectual Skill)
Merupakan keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol, misalnya: penggunaan simbol
matematika. Termasuk kecakapan dalam membedakan (discrimination),
memahami konsep konkrit, abstrak, aturan, hukum, serta lambang/simbol
(huruf, angka, kata, dan gambar). Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam
menghadapi pemecahan masalah. Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi
atas empat subkemampuan.
Tabel 2
Ringkasan
Keterampilan Intelektual dari yang Sederhana ke yang Kompleks
Tipe Kapabilitas
|
Deskripsi
|
Contoh
|
Belajar Diskriminasi
|
Merespons secara berbeda pada karakteristik
yang membedakan objek, seperti bentuk, ukuran, warna.
|
Membedakan gambar segitiga tertutup dan gambar geometris lainnya.
|
Belajar konsep/ konsep konkret.
|
Mengidentifikasi objek atau kegiatan sebagai anggota dari satu
kelompok konsep, belajar melalui pertemuan langsung dengan contoh konkret.
|
Mengidentifikasi berbagai bentuk segitiga, dari segitiga yang tinggi
sampai lebar.
|
Konsep yang
didefinisikan
|
Belajar aturan klasifikasi (konsepnya adalah abstrak, tidak ada contoh
konkret).
|
Belajar bahwa patriotism mengacu pada situasi yang merefleksikan cinta
atau semangat untuk membela negara.
|
Belajar aturan
|
Merespons satu kelompok situasi dengan kelompok kinerja yang
mempresentasikan kaitan.
|
Menjawab 5+2, 6+1, dan 9+4 dengan menjumlahkan
2+5, 1+6, dan 4+9.
|
Belajar kaidah yang lebih tinggi (pemecahan masalah)
|
Memilih aturan subordinat dari ingatan untuk memecahkan masalah dan
mengaplikasikannya pada urutan yang tepat.
|
Memecahkan persamaan linier dengan satu persamaan tersamar.
|
3) Pengaturan
Kegiatan Kognitif (Cognitive Strategy)
Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan
mengendalikan ingatan dan cara-cara berpikir agar terjadi aktivitas yang
efektifsehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang
sama.Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan
strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran.
4) Keterampilan
Motorik (Motor Skill)
Merupakan hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
dikontrol oleh otot dan fisik.
5) Sikap
(Attitude)
·
Keadaan internal
pemelajar dan proses kognitif
|
·
Kondisi belajar
internal
|
·
Hasil belajar
|
·
Informasi verbal
|
·
Keterampilan
intelektual
|
·
Keterampilan
motorik
|
·
Sikap
|
·
Strategi kognitif
|
·
Berinteraksi
dengan
|
·
Stimuli dari
lingkungan
|
·
Kondisi belajar
eksternal
|
·
Kegiatan instruksi
|
Merupakan hasil
pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang
akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam individu yang
memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau peristiwa,
di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan
kesiapan bertindak.
C. Fase-Fase
Belajar
Fase-fase belajar
ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 fase dalam proses
belajar, yaitu:
1) Fase
Penerimaan (Apprehending Phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Pertama
timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan
(dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2) Fase
Penguasaan (Acquisition Phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau
belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan
adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3) Fase
Pengendapan (Storage Phase)
Sesuatu yang dimiliki, disimpan agar tidak hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4) Fase
Pengungkapan Kembali (Retrieval Phase)
Apa yang dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan
maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan
menggunakan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan, inilah
yang disebut pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang
telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal)
yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana
terjadinya proses belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan
hasil belajar.
Keempat fase belajar
manusia ini telah disatukan menyerupai model sistem komputer, meskipun sedikit
lebih kompleks daripada yang ada pada manusia. komputer menangkap rangsangan
listrik dari pengguna komputer, memperoleh stimulus dalamCentral Processing
Unit, menyimpan informasi dalam stimulus di salah satu memori, dan
mendapatkan kembali informasi pada penyimpanannya. Guru menimbulkan pemahaman
dengan mengerjakan suatu contoh pada papan tulis, memudahkan akusisi setelah
setiap siswa mengerjakan contoh dengan mengikutinya, langkah demi langkah,
daftar petunjuk, membantu penyimpanan dengan memberikan soal untuk pekerjaan
rumah, dan memunculkan pemanggilan kembali dengan memberikan kuis pada hari
berikutnya.
C. Aplikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
Aplikasi penerapan
teori belajar Gagne erat kaitannya dengan fase belajar dan Sembilan peristiwa
pembelajaran. Gagne menemukan teorinya bukan melalui suatu proses penemuan atau
penerimaan seperti yang dilakukan oleh ahli lain, namun menurutnya yang
terpenting dalam proses pembelajaran adalah kualitas, penetapan (daya guna),
dan kegunaan belajar. Hubungan antara fase-fase belajar dan Sembilan peristiwa
pembelajaran dapat dicermati melalui tabel di bawah ini:
Tabel 3
Hubungan Fase Belajar dan Sembilan Peristiwa Belajar
Proses Belajar
|
Peristiwa Pembelajaran
|
Perhatian
|
Memberi perhatian
|
Pengharapan
|
Menjelaskan tujuan belajar pada siswa
|
Membangkitkan Ingatan
|
Merangsang ingatan
|
Persepsi Seleksi
|
Menyajikan materi perangsang
|
Penyimpanan dalam memori jangka panjang
|
Memberikan bimbingan belajar
|
Respon
|
Keterampilan kemampuan
|
Reinforcement
|
Member umpan balik
Menilai kemampuan
|
Retrival
|
Meningkatkan retensi dan transfer
|
Sembilan peristiwa
pembelajaran ini merupakan contoh aktifitas-aktifitas belajar yang menurut
Gagne perlu diterapkan dan dapat dijadikan menjadi model pembelajaran yang
semata bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Karakteristik
Pendidik
1) Perbedaan
Individual
Metode mengompensasi perbedaan individu dalam pemberian pembelajaran
antara lain adalah pembelajaran kelompok kecil, tutorial, belajar independent,
dan sistem pembelajaran yang diindividualisasikan.
2) Kesiapan
Kesiapan berkembang bukan berarti soal kedewasaan namun kesiapan seperti
mencakup keterampilan yang lebih rendah dalam tipe belajar.
3) Motivasi
Motivasi berperan penting dalam meningkatkan hasil belajar. Motivasi
mempunyai hubungan yang sama pentingnya dengan penguatan. Penguatan merupakan
sumber motivasi utama siswa (teori belajar Skinner).
Proses
kognitif dan pembelajaran
1) Transfer
Belajar
Konsep transfer belajar adalah inti dari model belajar komulatif Gagne.
Model pembelajaran komulatif ini memberikan kontribusi pada upaya mempelajari
keterampilan urutan yang lebih tinggi. Dalam penelitiannya Gagne menemukan
bahwa dengan meningkatkan kemampuan cara belajar siswa yang membangkitkan
potensi mereka adalah masalah paling menantang dalam dunia pendidikan.
2) Keterampilan
“Bagaimana Cara Belajar”
Cara yang dipakai siswa mengelola cara belajarnya, mengingat dan
berpikir.
3) Pengajaran
Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah yang harus dicari adalah penciptaan solusi dari
masalah tersebut. Yang dibutuhkan oleh siswa adalah ingatan yang baik dan
aplikasi yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam pembelajaran yang dibutuhkan
oleh siswa adalah a) siswa telah menguasai aturan yang diperlukan b) situasi
masalah yang belum pernah ditemui pemelajar disajikan pada mereka c) pedoman
informasi yang diberikan pada siswa. pemecahan masalah tercakup di keterampilan
intelektual dimana siswa menciptakan solusi dari hal-hal yang telah dipelajari
sebelumnya.
Mengembangkan Strategi Kelas
Menurut kurikulum
yang berlaku perancangan pembelajaran di kelas adalah salah satu komponen
dari proses keseluruhan. Oleh sebab itu, proses pembelajaran sebaiknya dimulai
dengan perancangan kurikulum dan peringkat mata pelajaran.
a. Model
Perancangan Sistem
Cici-ciri model sistem untuk merancang pembelajaran yaitu: pembelajaran
dirancang untuk tujuan dan sasaran yang jelas, pengembangan pembelajaran
menggunakan media dan teknologi pengembangan lain, serta uji coba, revisi, dan
pengujian lapangan merupakan suatu susuanan yang harus dilewati dalam merancang
sistem pembelajaran. Model sistem yang dirancang Gagne dan Brings (1979)
mencakup semua tahap pada rancangan kurikulum dan pembelajaran. Model ini juga
melibatkan pengembangan sasaran akhir pelajaran, tujuan kinerja khusus,
kegiatan pembelajaran, pemilihan media, dan pengujian lapangan atas produk
finalnya.
Kaitan antara belajar pada tingkat pembelajaran dan pelajaran
diilustrasikan dengan tujuan berikut ini:
1)
Tujuan Pelajaran:
Siswa dapat menganalisis secara kritis tujuan dan situasi dalam sistem
pengadilan, pemerintah, ekonomi, dan politik suatu negara, yang sesuai dengan
fakta negara tersebut.
2)
Tujuan Unit: Siswa
dapat menunjukkan hubungan antara sistem politik dengan ekonomi.
3)
Subketerampilan
Spesifik: Siswa dapat membedakan dan mengelompokan sistem politik dan ekonomi.
Merancang
Pelajaran
Langkah yang
dilakukan untuk merancang pelajaran dalam suatu sistem:
Langkah 1 : Menulis atau memilih tujuan
1.1 Menentukan
ketrampilan kumulatif yang akan dipelajari di akhir pelajaran.
1.2 Menentukan
keterampilan subordinat yang terkait.
1.3 Menentukan
keterampilan pendukung yang digunakan.
1.4 Memilih
kata kerja yang tepat untuk keterampilan yang akan diajarkan
Langkah 2 : Memilih kegiatan pembelajaran untuk
masing-masing tujuan kerja
2.1 Mengidentifikasi
variasi belajar untuk masing-masing tujuan.
2.2 Mengidentifikasi
keterampilan awal dari kelompok yang diajarkan.
2.3 Memilih
kegiatan belajar untuk memenuhi kondisi belajar yang unik.
Langkah 3 : Memilih media untuk kegiatan
pembelajaran
3.1 Mengidentifikasi
beberapa media yang memenuhi syarat pembelajaran.
3.2 Mengeliminasi
media yang tidak sesuai dengan usia atau level siswa.
3.3 Memutuskan
media akhir yang digunakan berdasarkan biaya, besar kelompok, dan kemudahan
implementasi.
Langkah 4 : Mengevaluasi kemampuan siswa
4.1 Menulis
4 – 8 soal per tujuan
4.2 Mengumpulkan
soal dalam satu tes diperiksa panjang dan kesulitannya.
Tujuan utama teori
Gagne adalah merencanakan pembelajaran kelas yang efektif. Guru menulis
keterampilan yang akan dipelajari dalam bentuk tujuan kinerja dan
mengidentifikasi berbagai macam belajar. Analisis tugas digunakan untuk
mengidentifikasi keterampilan prasyarat dan kegiatan pembelajaran dipilih untuk
masing-masing tujuan yang akan diajarkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan-simpulan sebagai berikut.
1) Prinsip
belajar yang dikemukakan Robert Gagne yaitu belajar dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah
lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu meliputi lingkungan rumah,
geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang
menentukan apa yang akan dipelajari seseorang dan selanjutnya akan menentukan
akan menjadi apa ia nantinya.
2) Prinsip
pembelajaran yang dikemukakan Robert Gagne meliputi tiga kategori yaitu
Sisitematika Delapam Tipe Belajar, Sistematika Lima Jenis
Belajar, dan Empat Fase Belajar.
3) Aplikasi
pendidikan teori Gagne dalam pembelajaran erat kaitannya dengan fase belajar
dan sembilan peristiwa pembelajaran. Gagne menemukan teorinya bukan melalui
suatu proses penemuan atau penerimaan seperti yang dilakukan oleh ahli lain,
namun menurutnya yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah kualitas,
penetapan (daya guna), dan kegunaan belajar. Tujuan utama teori Gagne adalah
merencanakan pembelajaran kelas yang efektif. Guru menulis keterampilan yang
akan dipelajari dalam bentuk tujuan kinerja dan mengidentifikasi berbagai macam
belajar. Analisis tugas digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan prasyarat
dan kegiatan pembelajaran dipilih untuk masing-masing tujuan yang akan
diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Anggria Septiani.
(2012). Metode Pembelajaran Gagne. Tersedia pada.http://blog.unsri.ac.id/anggriaseptiani/metode-pembelajaran/gagne/mrdetail/
118256/ diunduh tanggal 28 Februari 2013
·
Anonim. (2012).
Tersedia pada. http://p4tkmatematika.org/downloads/smk/
psikologi-pembelajaran.pdf diunduh tanggal 28 Februari 2013
·
Gredler. (2011).
Learning and Instruction (Teori dan Aplikasi). Jakarta: fajar Interpratama
Offset.
·
Ratna Yudhawati dan
Dany Haryanto. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
·
http://ikadekwinaya.blogspot.com/2014/01/mendeskripsikan-prinsip-belajar-yang.html
Komentar
Posting Komentar